Kecil Atau Besar, Tak Ada Ampun Untuk Pungli di Sekolah

0
1946

SIDOARJO – Ini peringatan bagi para kepala sekolah maupun pengelola sekolah-sekolah negeri di Sidoarjo agar tak menarik pungutan liar kepada siswa atau wali murid, jika tidak ingin diseret oleh tim Saber Pungli.

Semua pungutan yang tidak sesuai prosedur bakal diproses secara hukum. Tidak ada ampun bagi sekolah yang melakukan pungli. Besar atau kecil pungutannya, jika terbukti melanggar, jelas akan ditindak tegas.

Menurut Wakil Ketua Saber Pungli Sidoarjo, Eko Udijono, seperti dilaporkan situs terkemuka surabayatribunnewscom , bahwa besar atau kecil kasus pungutan liar akan disapu bersih.

“Kepala sekolah jangan main-main dalam urusan pungutan. Meski kecil, kalau ketahuan pasti akan ditindak tegas,” ungkap Eko Udijono di sela acara sosialisasi pencegahan tindak pidana pungli yang dihadiri para Kepala Sekolah SD – SMA Negeri se-kabupaten Sidoarjo, Kamis (3/5/2018)

Sosialisasi itu digelar oleh UPP ( Unit Pemberantasan Pungutan liar) Sidoarjo atau Tim Saber Pungli Sidoarjo bidang pencegahan di Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Itwasda Polda Jatim AKBP Dwi Safitri, Kepala Dinas Pendidikan Asrofi, Asisten I Pemkab Sidoarjo Heri Soesanto, dan Kasi Datun Kejari Sidoarjo Komang Ray Wirawan.

“Sosialisasi pencegahan pemberantasan pungli bagi kepala sekolah negeri ini dimaksudkan agar tidak ada lagi laporan adanya pungli di lingkungan sekolah. Jangan pernah lagi ada yang kena OTT (operasi tangkap tangan) di Sidoarjo” tandas Eko Udijono.

Demikian halnya disampaikan oleh AKBP Dwi Safitri yang juga menjabat sebagai Sekretaris Saber Pungli UPP Propinsi Jawa Timur. Pada kesempatan ini, dirinya juga mengaskan bahwa tim Saber Pungli akan tetap menindak segala bentuk pungutan liar, meski nilai punglinya kecil.

“Kami tidak melihat nilai. Besar atau kecil tetap saja namanya pungutan liar. Jadi, meskipun hanya Rp 10 ribu, tetap akan ditindak tegas jika ada pungli,” tandas Dwi Safitri.

Disampaikannya, pungutan liar adalah segala bentuk pungutan yang tidak didasarkan pada aturan atau tidak ada landasan hukumnya. Meski dilakukan berdasarkan kesepakatan atau musyawarah, pungutan yang tidak punya dasar atau aturan yang jelas, maka masuk kategori pungli.

Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo Asrofi, pada kesempatan ini juga mewarning para kepala sekolah untuk menghindari pungli. Meski dengan alasan untuk pembangunan atau renovasi sekolahan, tetap saja dilarang.

“Perbaikan atau renovasi sekolah sudah ada anggarannya sendiri dari APBD. Jadi pihak sekolah dilarang meminta sumbangan atau memungut iuran dari wali murid. Yang diperbolehkan adalah menerima sumbangan sukarela,” ujar Asrofi.

ICW-JPPI Awasi Ketat Penerimaan Peserta Didik Baru

INDONESIA Corruption Watch (ICW) bersama ­Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dengan tangan terbuka akan menerima laporan dari masyarakat terutama orangtua murid jika dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) terdapat pungutan liar, baik berupa uang pendaftaran maupun formulir yang dibebankan kepada orangtua.

“Jadi kita akan membuka posko pemantauan di 33 titik jaringan ICW dan JPPI, dan kita sangat harapkan partisipasi orangtua murid agar melaporkan jika ditemukan hal-hal yang menyim-pang,” kata Koordinator Divisi Kampanye ICW, Siti Juliantari, seperti dikutip laman terkemuka mediaindonesia saat memberikan keterangan di Jakarta, Senin (16/4).

Pihaknya menengarai di setiap awal tahun ajaran baru banyak sekali muncul keluhan orangtua karena seleksi masuk yang seharusnya bebas biaya pun ternyata masih saja ada biayanya.

Menurut dia, beberapa proses yang ditengarai menjadi kecurangan dalam PPDB, misalnya ada sejumlah uang pendaftaran, kewajiban mendaftar ulang dengan biaya tertentu, dan adanya praktik jual-beli kursi untuk siswa-sisa tertentu.

“Padahal biaya apa pun itu, sesuai Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012, tidak dibebankan lagi pada orangtua. Akan tetapi, dalam praktiknya ini masih terus terjadi,” kata Siti Juliantari.

Pegiat pendidikan Setiana Widjaja menambahkan penegak hukum dalam hal ini perlu juga melakukan pengawasan dan pemantauan dalam proses seleksi murid baru.

“Kenapa perlu pengawasan dari penegak hukum supaya ada efek jera. Praktik korupsi tidak boleh terjadi di dunia pendidikan, dan jangan juga dianggap soal kecil-besarnya jumlah pungutan, tetapi institusi pendidikan harus menjadi contoh pendidikan karakter yang baik, termasuk melawan korupsi,” tegas Setiana yang juga Koordinator Komunitas Sayang Anak Nusantara (Kosantara) tersebut.

Ia berharap, menjelang tahun ajaran baru ini, ­orangtua harus cermat dan lebih waspada. “Menurut saya, jika ditemukan ada pungutan, ya langsung dilaporkan saja. Termasuk ada wadahnya bersama ICW, tentu saja sangat positif agar dunia pendidikan kita benar-benar bermartabat,” pungkasnya.

2017 Penolakan Siswa Miskin dan Pungli Masih Ada?

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) membuka posko pengaduan masyarakat terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017. Hasilnya, ada sebesar 41 persen masyarakat yang melaporkan bermasalah dengan sistem zonasi yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Laporan soal sistem zonasi ini menjadi yang terbesar karena banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Oleh sebab itu, banyak yang ditolak di sekolah negeri atau favorit karena sistem ini.

“Kebijakan soal zonasi ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat sehingga mereka terkena dampak secara langsung. Ada beragam alasan bagi mereka yang terkena sistem ini,” jelas JPPI lewat keterangan tertulis yang diterima situs berita detikcom, Kamis (6/7/2017).

Di antara alasan yang disampaikan di antaranya ialah nama anak belum masuk kartu keluarga (KK), tinggal di kecamatan atau kabupaten sebelah mengikuti orang tua kerja, ikut keluarga merantau, dan pisah dengan orang tua dan tinggal bersama sanak saudara.

Selain itu, ada juga alasan tidak mau pilih sekolah sesuai zonasi karena minimnya infrastruktur dan ketersediaan tenaga guru yang berkualitas. Kasus ini masuk ke JPPI dari daerah Nunukan, Bali, Aceh, dan Kota Tangerang.

Atas laporan ini, JPPI merekomendasikan peninjauan ulang kebijakan sistem zonasi dalam PPDB. Selain itu, sosialisasi sistem mesti disampaikan dari jauh-jauh hari.

“Sistem zonasi perlu ditinjau ulang sebab banyak memakan korban, hanya gara-gara ketidaklengkapan administratif. Perlu ada sosialisasi jauh-jauh hari supaya calon peserta didik menyiapkan segala keperluan administratif. Juga, sistem ini dinilai menimbulkan masalah karena kualitas sekolah dan SDM-nya belum merata,” katanya.

Diagram laporan masyarakat ke Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017Diagram laporan masyarakat ke Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 (Foto: Dok. JPPI)

Laporan terbanyak kedua ialah soal adanya sekolah swasta atau negeri yang menolak siswa miskin. Banyak sekolah yang menolak siswa yang tergolong rawan melanjutkan pendidikan (RMP) banyak yang ditolak dengan alasan kuota sudah penuh.

“Ini harusnya tidak boleh terjadi, karena batas kuota di Permendikbud No.17/2017 adalah minimal 20 persen. Jadi, bisa lebih banyak dari 20 persen. Harusnya bisa ditambah. Karena mereka adalah kelompok rentan putus sekolah,” tulisnya.

Kasus ini terjadi di Bandung, Surabaya, Kabupaten Tangerang, dan Ambon. Bahkan, di daerah Kulonprogo tidak menerapkan kuota untuk orang miskin sama sekali.

Namun, kuota 20 persen siswa miskin memiliki problem lain. Dalam PPDB 2017 ini masyarakat melaporkan adanya pemalsuan data siswa miskin.

Banyak kalangan yang memanfaatkan hal ini dengan membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Di temukan SKTM abal-abal yang tidak sesuai dengan fakta seperti punya mobil tapi mempunyai SKTM. Laporan atas kasus ini banyak terjadi di propinsi Jawa Tengah, Banten, dan Kalimantan Timur.

Persoalan pungutan liar (pungli) saat mendaftar juga masih terjadi. Laporan ini banyak terjadi di sekolah swasta yang mendapatkan dana bantuan operasional sekolah (BOS).

Ada sekolah swasta yang meminta biaya formulir pendaftaran Rp 150 ribu dan dana sumbangan pendidikan (DSP) mencapai Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Harusnya, untuk sekolah swasta yang tidak mendapatkan BOS, boleh saja memungut biaya. Tapi, untuk sekolah swasta yang mendapatkan BOS, maka dilarang memungut biaya saat PPDB.

JPPI meminta pihak Kemendikbud menindak tegas oknum yang melakukan pungli dan jual beli bangku di sekolah. Sebab rata-rata semua sekolah swasta di daerah menerima dana BOS, hanya sedikit yang tidak terima dana BOS.

“Jadi, masuk sekolah negeri tanpa biaya, juga daftar di sekolah swasta juga tanpa biaya,” tegasnya.

Persoalan lain yang dilaporkan oleh masyarakat di antaranya ialah adanya laporan siswa titipan pejabat, tidak ada transparansi saat pengumuman kelulusan karena sistem online yang hang, dan daya tampung sekolah negeri tidak mencukupi, harus daftar ke swasta tapi berbayar. (Berbagai sumber/Tim)

Leave a reply