JPPI: Redistribusi Guru Jangan Picu Masalah Baru

0
586

JAKARTA – Upaya pemerintah melakukan redistribusi guru menuai pro dan kontra. Salah satunya berkaitan dengan rencana pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunda pemberian tunjangan profesi bagi guru yang menolak kebijakan redistribusi.

Koordinator Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Nailul Faruq menilai, Kemendikbud harus bersikap tegas. Namun, kementerian ini sepatutnya juga menyiapkan mekanisme terkait pemberian tunjangan secara tepat.

“Dengan begitu, tidak harus menunda pemberian tunjangan profesi,” kata Nailul, Rabu (22/11).

Dia menjelaskan, langkah tersebut perlu dikedepankan agar redistribusi guru tidak memicu masalah baru dalam sistem pendidikan di Indonesia. Redistribusi harus dilakukan secara transparan serta menyesuaikan dengan data dan kebutuhan. Menurut Faruq, setiap guru harus mau ditugaskan di daerah mana pun, termasuk kategori wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar .

“Pemerataan pendidikan tak terlaksana jika guru tidak mau diredistribusi. Guru yang selama ini mengajar di sekolah unggulan dapat dipindah ke sekolah tidak unggulan (kurang berprestasi),” tegas Nailul.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi meminta Kemendikbud tidak menerapkan kebijakan disertai ancaman bagi guru yang menolak redistribusi.

“Kalau pendekatannya mengancam sehingga guru tidak mau mengajar. Ini akan menjadi masalah besar dan merugikan bangsa,” ujar Unifah.

Kemendikbud, menurut dia, harus lebih dulu membenahi tata kelola guru. Sebab, kata Unifah, Indonesia mengalami kekurangan guru sejak lama. Unifah berpendapat, Kemendikbud juga belum memenuhi hak-hak guru. Menurut dia, para guru juga dibuat sulit mendapatkan sertifikasi.

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menjelaskan, pihaknya siap menunda pemberian tunjangan profesi.

“Semester depan kalau tidak mau didistribusi akan kami tunda pembayaran tunjangannya,” katanya.

Hamid menjelaskan, selama ini guru menumpuk di perkotaan. Sementara, kawasan perdesaan dan daerah terluar mengalami kekurangan.

Hamid mencontohkan, satu sekolah punya empat guru IPA, sedangkan yang dibutuhkan hanya dua.

“Kami mendorong dinas untuk meredistribusi dua guru lainnya. Kami berharap semua daerah menerapkan,” katanya.

Leave a reply