
JPPI Menyoroti Masih Banyaknya Budaya Feodal dan Mental Patriarki Pada Lembaga Pendidikan
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI) Ubaid Matraji menyoroti masih banyaknya budaya feodal dan mental patriarki pada lembaga Pendidikan. Menurut Ubaid, kedua hal itu yang menyebabkan masih maraknya kasus kekerasan di dalam lingkungan sekolah.
“Dan yang menurut saya kenapa itu bisa terjadi, dan memang sampai hari ini masih terjadi, sekolah masih menjadi institusi yang sangat tertutup,” ujar Ubaid kepada JawaPos.com Minggu (13/10).
Lembaga pendidikan yang tertutup, lanjut Ubaid, membuat minimnya interaksi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat maupun orang tua siswa. Dampaknya, yang tumbuh hanyalah budaya feodal dalam lembaga pendidikan.
“Jadi, ada budaya feodal yang tumbuh di sekolah. Bukan kesetaraan, tapi justru feodal. Ada atasan, ada bawahan, atasan itu selalu benar, bawahan itu bisa disalah-salahkan,” ungkap Ubaid.
“Artinya ketika ada guru yang speak up terhadap pimpinan yang lebih tinggi dinas pendidikan, korbannya jadi guru, dia dikeluarkan. Di level sekolah ada siswa yang speak up, dia bisa diskors, bisa di dropout, bisa diintimidasi atau difitnah balik,” tambahnya.
Selain itu, Ubaid juga menyoroti mental patriarki yang masih menjamur di sekolah-sekolah di Indonesia. Patriarki sendiri adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral.
Dengan berkembangnya mindset patriarki, akan menghambat tumbuhnya kesetaraan gender di lingkungan pendidikan.
“Mindset patriarki dan pendekatan kekerasan dalam pemberlajaran/pendisiplinan menyebabkan kasus-kasus (kekerasan di sekolah) ini terus tumbuh dan susah dibrangus. Selian itu, lemahnya sistem perlindungan anak di sekolah menyebabkan sekolah menjadi tempat yang tidak aman dan nyaman bagi anak-anak,” jelas Ubaid.
Dengan masih adanya dua hal tersebut, Ubaid tak heran angka kekerasan di lingkungan sekolah masih menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya.
Berdasarkan data JPPI, pada 2020 tercatat 91 kasus kekerasan di sekolah yang terjadi di Indonesia. Pada 2021, kembali meningkat mencapai 142 kasus. Kasus kekerasan di sekolah kembali naik pada 2022 mencapai 194 kasus dan pada 2023 mencapai 285 kasus.
Ubaid meyakini, jumlah kasus kekerasan di lingkungan sekolah jauh melebihi data miliknya diatas.
“Yang terekspos saja udah banyak, apalagi yang tidak terekspos. Pasti jumlahnya lebih banyak lagi,” ucap Ubaid