JPPI Kecam Kebijakan Cabut KJP Pelaku Tawuran: Kalau Mereka Putus Sekolah Gimana Nasibnya?

0
274

Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan bahwa ribuan anak usia sekolah di Jakarta berstatus menikah.

Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, menyoroti fenomena ini sebagai indikator ketidakresponsifan isu gender dalam sistem pendidikan Indonesia.

Menurut Ubaid Matraji, pendidikan di Indonesia, termasuk di Jakarta, masih belum responsif terhadap isu gender.

Dalam Catatan Akhir Tahun Bidang Pendidikan, Ubaid menyampaikan data yang menggemparkan, “Data kami menunjukkan ada 9.131 anak di Jakarta berstatus menikah.”

Salah satu dampak signifikan dari fenomena ini adalah anak perempuan yang menjadi korban utama.

Hal ini semakin memperburuk angka putus sekolah di kalangan anak perempuan.

“Di Jakarta, rata-rata lama anak sekolah adalah 11 tahun, yang berarti mereka berada di kelas 11 SMA,” ungkap Ubaid.

Potensi Tingginya Angka di Daerah Lain

Ubaid juga menekankan bahwa angka tersebut mungkin lebih tinggi di daerah lain, terutama ketika mempertimbangkan tingkat putus sekolah di wilayah-wilayah tersebut.

“Daerah lain memiliki rata-rata lama sekolah hanya 9 tahun, artinya, pada usia tengah SMP, mereka sudah putus sekolah,” tambahnya.

Melacak Akar Masalah Isu Gender

Penting untuk melacak akar masalah yang melibatkan isu gender dalam pendidikan di Indonesia.

Adanya anak-anak yang menikah di usia sekolah menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender yang merugikan, terutama bagi anak perempuan.

Langkah-langkah konkret perlu diambil untuk mengatasi ketidaksetaraan ini dan memberikan pendidikan yang inklusif bagi semua.

Mengapa Anak-Anak Menikah?

Beberapa faktor dapat menjadi pemicu anak-anak menikah di usia sekolah.

Faktor ekonomi, tekanan sosial, dan kurangnya pemahaman mengenai hak-hak pendidikan anak dapat menjadi faktor utama.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu mendalami penyebabnya untuk mengembangkan solusi yang efektif.

Langkah-Langkah Menuju Pendidikan yang Responsif Gender

1. Penyuluhan dan Pendidikan Seksual: Penting untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah-sekolah untuk meningkatkan pemahaman mengenai hak-hak dan tanggung jawab dalam hubungan.

2. Dukungan Psikososial: Memberikan dukungan psikososial kepada anak-anak yang menghadapi tekanan untuk menikah dapat membantu mereka mengatasi tantangan dan memutuskan melanjutkan pendidikan.

3. Peningkatan Akses Pendidikan: Memastikan akses yang adil dan setara terhadap pendidikan bagi semua anak, tanpa memandang gender, dapat membantu mengurangi ketidaksetaraan di dunia pendidikan.

4. Peran Komunitas dan Keluarga: Melibatkan komunitas dan keluarga dalam mendukung pendidikan anak-anak dapat membentuk lingkungan yang mendukung dan inklusif.

Pendidikan yang responsif gender adalah fondasi untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkelanjutan.

Melalui pemahaman mendalam mengenai isu-isu seperti anak-anak menikah di usia sekolah, kita dapat bersama-sama mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia dan menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat, perlu bersinergi untuk mencapai tujuan ini.

sumber:  Depok.hallo.id

Comments are closed.