Indonesia Larang Perpeloncoan

0
695

Program kakak asuh dan adik asuh dinilai merupakan cara yang tepat untuk menghindari perpeloncoan maupun perundungan di sekolah.

JAKARTA – Pihak sekolah dilarang melakukan perpelon­coan terhadap siswa baru, ter­utama pada masa pengenalan lingkungan sekolah. Program kakak asuh dan adik asuh di se­kolah dinilai merupakan cara yang tepat untuk menghindari perpeloncoan maupun pe­rundungan di sekolah.

Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebu­dayaan (Mendikbud), Muhad­jir Effendy, saat mengunjungi SD Muhammadiyah 5 Jakarta, di Jakarta, Senin (15/7).

Ia mengatakan, dengan pro­gram kakak asuh dan adik asuh, siswa senior dilatih untuk ber­tanggung jawab terhadap siswa junior yang baru masuk seko­lah. “Ini merupakan cara yang tepat untuk menghindari per­peloncoan maupun perundun­gan di sekolah. Ingat anak-anak yang baru masuk ini, baru ber­adaptasi di sekolah itu. Saya minta kakak kelasnya mem­bantu adik-adiknya,” kata dia.

Selain itu, lanjutnya, para guru juga diminta memberikan bekal pada siswanya untuk ti­dak melakukan perpeloncoan di sekolah. Setiap anak, lanjut dia, hendaknya memiliki kakak asuh di sekolah yang meng­arahkan dan membimbing adik-adiknya.

Mendikbud melakukan kunjungan ke sejumlah se­kolah pada Hari Pertama Se­kolah (HPS). Sekolah yang ditinjau, di antaranya SD Mu­hammadiyah 5 Jakarta, SDN Sukaharja 3 Tangerang, SMAN 13 Tangerang, dan Sekolah Per­mata Insani Tangerang.

Dalam kunjungannya ke SMAN 13 Tangerang, Mendik­bud meminta sekolah untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi siswa, terutama pada masa pertama masuk se­kolah.

“Manfaatkan pengenalan lingkungan sekolah ini dengan sebaik-baiknya. Baik kepada para seniornya maupun para guru untuk bisa betul-betul membuat siswa baru merasa betah atau nyaman,” ujar dia.

Dia menambahkan seko­lah harus bisa membuat siswa baru merasa nyaman dan me­nyenangkan. Hal itu disebab­kan kesan pertama menen­tukan kelanjutan siswa itu di sekolah tersebut.

Pada kesempatan berbeda, Koordinator Nasional Jaring­an Pemantau Pendidikan In­donesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) ja­ngan hanya mengajarkan hal-hal normatif apalagi memuat pendisiplinan dengan per­peloncoan. MPLS mesti diisi dengan kegiatan-kegiatan stra­tegis dan menumbuhkan nalar kritis pada siswa.

“Sudah tidak relevan itu cara-cara kekerasan dan in­doktrinasi. Sekolah itu harus menciptakan suasana yang merdeka dalam berpikir, bukan malah menakut-takuti dengan kekerasan. Siswa harus dirang­sang dengan kemampuan lit­erasi, berpikir logis, dan nalar kritis,” jelas Ubaid.

Dugaan Kekerasan

Sementara itu, Komisi Per­lindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan adanya dugaan tindak keke­rasan ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Laporan ini mengindikasikan belum hilangnya kegiatan-ke­giatan perpeloncoan saat MPLS terhadap siswa-siswa baru.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyebut kegiatan perpelon­coan ini sering dilakukan oleh para siswa senior. Padahal da­lam Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 tentang MPLS, para siswa senior telah diberi­kan batasan keterlibatan dalam kegiatan tersebut.

“Dalam aturan itu, MPLS sepenuhnya di bawah peng­awasan guru dan membatasi keterlibatan siswa senior untuk menghindari terjadinya keke­rasan atau perplocoan,” ujarnya.

Retno menyebut meski ma­yoritas sekolah baru mulai ma­suk belajar, Senin (15/7), se­bagian sekolah swasta sudah memulai tahun ajaran baru pada minggu lalu.

Leave a reply