HAN 2024, Pendidikan Nasional Diwarnai Keceriaan Sekaligus Tangis Anak Indonesia

0
152

Peringatan Hari Anak Nasional tahun ini dimeriahkan dan disambut senyum anak-anak Indonesia yang berhasil lulus Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 sembari mereka bergembira ria di hari pertama masuk sekolah. Namun, di balik keceriaan mereka, pecah tangis juga dialami oleh teman-teman sebayanya yang lain.

Nasib memilukan ini dialami oleh anak-anak korban PPDB dan mereka harus mengubur mimpi untuk bisa sekolah. “Sistem PPDB yang belum berkeadilan bagi semua, dan juga proses yang diwarnai dengan banyak kecurangan, membuahkan kekecewaaan dan melukai hak dasar anak untuk mendapatkan pendidikan,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.

Menurut Ubaid, di negeri ini, sekolah saja masih menjadi barang mewah. “Padahal, sekolah adalah barang publik yang mestinya bisa dinikmati oleh semua anak, tanpa terkecuali,” kata Ubaid.

Akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, terjadilah rebutan bangku sekolah yang tidak berkeadilan yang memicu kecurangan terjadi merata di semua daerah. Berdasarkan pemantauan JPPI, modus-modus kecurangan saat PPDB sangat banyak sekali ragamnya.

Jika disederhanakan, ada 10 jenis kecurangan terbanyak yang terjadi di PPDB 2024. Dari data JPPI, lima kecurangan terbesar yang terjadi di tahun ini adalah cuci rapor (19 persen), sertifikat palsu (16 persen), jual beli kursi (15 persen), permainan kuota bangku yang tersedia (11 persen), dan manipulasi KK (10 persen).

Cuci rapor dan pemalsuan sertifikat ini, modus lama yang tambah marak di tahun ini. Kasus ini khusus terjadi di jalur prestasi. Sedangkan Manipulasi KK, hanya terjadi di jalur zonasi. Sementara kasus jual beli kursi yang diwarnai dengan suap dan juga permainan kuota bangku, ini bisa terjadi di semua jalur (prestasi, zonasi, dan afirmasi).

Berbagai kecurangan ini melukai harapan anak-anak untuk bisa lanjut bersekolah. “Memang, sebagian anak-anak yang tidak lulus PPDB ini, ada yang berhasil melanjutkan pendidikan di sekolah swasta hingga lulus tuntas. Tapi, pada sisi lain, ternyata masih ada jutaan anak Indonesia yang harus gigit jari dan menelan pil pahit karena tidak bisa sekolah,” papar Ubaid.

Anak-anak yang tidak sekolah akibat gagal PPDB ini ada dua model. Pertama, anak yang tidak lanjut ke jenjang lebih tinggi, atau diistilahkan “lulus tidak melanjutkan”. Misalnya mereka lulus SD, tapi kemudian tidak lanjut ke jenjang SMP. Data tahun ajaran 2023/2024 menunjukkan jumlahnya mencapai 1.267.630 anak.

Kedua, mereka lanjut ke jenjang yang lebih tinggi, tapi kemudian putus sekolah tidak sampai lulus (drop out). Berdasarkan data Pusdatin Kemendikbudristek 2023/2024, mereka ini jumlahnya mencapai 1.153.668 anak.

Comments are closed.