Guru Selalu Disalahkan, Kemendikbud akan Susun Kode Etik
Yogyakarta – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajak Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) menyusun kode etik baru bagi profesi guru.
Kode etik baru ini bisa menjadi solusi masalah guru karena kode etik guru saat ini tidak memberi perlindungan pada “pahlawan tanpa tanda jasa” dan guru selalu disalahkan jika ada masalah.
“Sebenarnya kode etik ini sudah dimiliki Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), namun sifatnya masih sporadis, belum terumuskan, dan secara luas tidak disepakati bersama,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy di Yogyakarta, Sabtu (28/4).
Kode etik yang berlaku secara nasional ini akan menjadi dasar hukum ketika guru dituduh melakukan malapraktek saat menjalankan profesi.
Dengan kode etik ini, masalah yang melibatkan guru tidak lantas ditangani pihak berwajib, kecuali jika terbukti ada tindak pidana.
Bercermin pada kasus terbaru, yaitu penamparan oleh guru di Banyumas yang berujung di ranah pidana, Muhajir menilai ancaman terhadap profesi guru semakin nyata.
Kode etik saat ini, ia akui, tidak memberikan proteksi pada guru.
Menurut dia, apapun bentuk pelanggaran guru dalam proses mengajar seharusnya dibawa ke ranah pelanggaran profesi terlebih dahulu, seperti profesi dokter, tentara, dan wartawan atau profesi lainnya.
“Sebagai pekerja profesional, kode etik guru yang melindungi mereka harus berasal dari dalam, bukan luar. Seharusnya jika ada pelanggaran profesi, maka Dewan Guru sebagai sebagai Dewan Etik yang memutuskan benar atau tidak,” katanya.
Karena itu, berbagai perguruan tinggi LPTK termasuk UNY dan asosiasi guru diminta bermusyawarah untuk menyusun ulang kode etik baru.
Mendikbud menyatakan akan memberi dukungan berupa anggaran terhadap revitaliasi organisasi keguruan seperti musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) dan kelompok kerja guru dan konselor.
“Kode etik nantinya berlaku kepada seluruh guru baik yang sudah bersertifikasi maupun belum. Kode etik ini akan menjadi dasar pelaksanaan fungsi guru sekaligus pembinaan profesi guru,” jelas Mendikbud.
Rektor UNY Sutrisna Wibawa menyatakan mendukung Kemendikbud untuk mengusulkan penyusunan kode etik.
“Kode Etik adalah salah satu persyaratan bagi tenaga profesional menjalankan profesinya. Kode etik yang dimiliki sekarang cakupannya terlalu luas dan tidak fokus,” katanya.
Dengan melibatkan berbagai unsur, Sutrisna menilai jika ada masalah, tak seharusnya guru yang selalu disalahkan.
Melihat kasus terbaru di Banyumas, Sutrisna memastikan bahwa tindakan guru itu masih dalam proses pengajaran di kelas, sehingga tidak seharusnya dipermasalahkan ke polisi.
“Berbeda jika seorang guru melakukan tindakan pidana di ruang publik. Maka itu masuk ranah pidana, bukan lagi merunut pada kode etik,” pungkasnya.
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.