Gizi untuk Generasi atau Alasan untuk Korupsi? Program Makan Siang Gratis Ditinjau Kritis!

0
74

Program makan siang gratis yang baru-baru ini diluncurkan oleh pemerintah menjadi salah satu langkah besar dalam upaya memperbaiki gizi masyarakat, terutama anak-anak sekolah. Program ini, yang menghabiskan anggaran besar hingga Rp71 triliun, bertujuan untuk memberikan makanan bergizi bagi anak sekolah dan ibu hamil demi mengatasi masalah stunting, ketimpangan sosial, serta mendukung sektor ekonomi lokal. Namun, program ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.

Antusiasme dan Kekhawatiran Masyarakat

Survei yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (Celios) tahun 2024 mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat, yaitu 59%, tidak setuju dengan program makan siang gratis. Alasan utama ketidaksetujuan ini meliputi keraguan terhadap mekanisme distribusi, potensi korupsi, dan kualitas makanan yang disediakan. Sebanyak 46% responden menyoroti kekhawatiran terkait distribusi makanan yang tidak efisien, sementara 37% lainnya khawatir terhadap kemungkinan korupsi dalam pelaksanaan program.

Di sisi lain, hanya 21% masyarakat yang mendukung program ini. Dukungan ini terutama datang dari kalangan yang percaya bahwa program ini dapat membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu dan mendorong peningkatan gizi.

Kritik terhadap Program

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), melalui koordinator nasionalnya, Ubaid Matraji, secara tegas menyebut program makan siang gratis ini sebagai langkah pencitraan politik. Menurutnya, program ini tidak memiliki arah yang jelas dalam menyelesaikan masalah stunting atau gizi buruk. “Jika ingin menangani stunting, sasaran utamanya haruslah ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun, bukan anak sekolah,” ujar Ubaid. Ia juga mempertanyakan logika di balik pemberian makan siang gratis untuk anak sekolah, karena gizi anak tidak hanya bergantung pada satu kali makan.

Selain itu, kritik lainnya datang dari para ahli yang menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran dan kesenjangan dalam pendataan penerima manfaat. Milton Friedman, ekonom penerima Nobel, pernah mengatakan bahwa “tidak ada makan siang gratis.” Prinsip ini mengingatkan kita bahwa setiap program besar seperti ini selalu memiliki biaya tersembunyi, baik berupa risiko korupsi, beban anggaran, maupun dampak sosial yang tidak terduga.

Dampak Sosial-Ekonomi

Program ini sebenarnya diharapkan mampu membawa dampak positif pada beberapa sektor. Dalam jangka pendek, program makan siang gratis dapat meningkatkan kesehatan anak-anak sekolah dengan memberikan makanan bergizi yang terjamin kualitasnya. Selain itu, program ini dapat mengurangi ketergantungan anak-anak pada jajanan tidak sehat yang sering dijual di sekitar sekolah

Namun, beberapa pihak mengingatkan dampak negatif jangka panjang. Salah satu isu yang mencuat adalah risiko peningkatan ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah. Penelitian Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bahwa bantuan yang terus-menerus dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mandiri. Selain itu, program ini juga berpotensi merugikan pelaku usaha kecil dan mikro yang selama ini mengandalkan pendapatan dari penjualan jajanan di sekolah.

Dari sisi ekonomi makro, program makan siang gratis juga bisa memengaruhi kebijakan fiskal negara. Dengan anggaran besar yang dialokasikan untuk program ini, terdapat risiko terpangkasnya dana untuk sektor lain seperti kesehatan, transportasi, dan lingkungan. Bahkan, ada wacana bahwa subsidi energi seperti BBM dan elpiji akan dipotong demi mendukung program ini, yang tentunya berdampak pada peningkatan harga kebutuhan pokok.

https://www.kompasiana.com/rafa36331/6783c7c934777c7a8e3d32c2/gizi-untuk-generasi-atau-alasan-untuk-korupsi-program-makan-siang-gratis-ditinjau-kritis.

 

Comments are closed.