Daerah Mesti Fleksibel dalam Melaksanakan PPDB

0
638

PPDB sistem zonasi jangan dipandang kaku. Jika di suatu kecamatan tidak ada sekolah, zonanya bisa dilebarkan hingga ada sekolah negeri yang bisa menampung.

JAKARTA – Menteri Pen­didikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Ef­fendy, menegaskan sistem zonasi dalam Penerimaan Pe­serta Didik Baru (PPDB) ber­beda dengan sistem rayon. Sebab, zona disini melewati batas-batas administratif.

Karena itu, lanjut Muhadjir, pemerintah daerah dan para pe­mangku kebijakan terkait pen­didikannya tetap menjalankan aturan tentang PPDB berbasis zonasi sesuai Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB berbasis zonasi. Pemda bisa fleksibel dalam melaksana­kan program tersebut.

“Jadi, zonasi itu jangan di­pandang kaku. Zona ini mele­wati batas-batas administratif. Jadi kalau di kecamatan itu tidak ada sekolah, lebarkan zonanya sampai ada sekolah negeri yang bisa menampung,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, saat rapat koordinasi PPDB, di Jakarta, baru-baru ini.

Mendikbud menyayangkan beberapa daerah yang kesuli­tan saat menjalankan program PPDB zonasi ini. Mestinya, menurut dia, para pemangku kebijakan di daerah harusnya mengetahui kondisi lapangan sehingga bisa lebih kreatif da­lam mengimplementasikan kebijakan ini.

Ia memaparkan, setelah PPDB dilaksanakan dengan zonasi, pemerintah daerah juga harus melakukan program redistribusi guru yang juga disesuaikan dengan kebutuh­an zonasi.

Kebijakan zonasi ini, lanjut ia, juga akan digunakan untuk menyelesaikan masalah pen­didikan sampai hal-hal terkecil.

“Kalau sampai daerah ti­dak menjalankan, bahkan mau menghapuskan kebijakan zo­nasi ini, saya rasa akan meng­hambat proses pemerataan pendidikan,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, staf khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hamid Mu­hamad, menyebut persentase yang ditentukan dalam PPDB kali ini yakni 90 persen untuk zonasi, 5 persen untuk prestasi, dan 5 persen lagi untuk pinda­han mesti tetap dijalankan pe­merintah daerah.

Pernyataan tersebut sekali­gus menjawab permasalahan daerah yang keberatan dengan pembagian tersebut karena tidak mewadahi murid yang benar-benar berprestasi.

“Murid berprestasi juga bisa diwadahi di 90 persen untuk zonasi. Jadi tinggal diatur saja. Yang jelas anggaran wajib dari persentase zonasi itu harus dianggarkan pula untuk anak kurang mampu dan berkebu­tuhan khusus,” paparnya.

Hamid tidak melarang ada­nya seleksi prestasi dalam PPDB kali ini selama masih ada dalam satu zona tertentu. Ia juga menjelaskan dengan adanya PPDB berbasis zonasi ini bisa jadi acuan pemerintah dareah dalam melaksankan program-program selanjutnya.

Tinjau Ulang

Sementara itu, Koordinator Jaringan Pemantau Pendidik­an Indonesia, Ubaid Matraji menilai PPDB setiap tahun selalu menjadi permasalahan. Ia beralasan tidak pernah ada evaluasi berkelanjutan terkait PPDB dan zonasi ini.

“Akibatnya daerah-daerah yang kelabakan. Akhirnya, me­reka bikin pergub sendiri-send­iri, beda-beda menerjemahkan zonasi seperti yang diatur da­lam Permendikbud,” ujarnya.

Ia juga menilai flesksibilitas yang terdapat dalam PPDB Zo­nasi ini tanggung dan membuat bingung pemerintah daerah. Pembagian persentase PPDB, banyak daerah protes dan terkendala dalam menjalankan program tersebut.

Untuk mengantisipasi terse­but, ia meminta kebijakan PPDB ini dievaluasi dan ke­beradaannya ditinjau ulang agar tidak menjadi masalah yang berulang.

Leave a reply