Berhenti Mengolok Anak Autis
Padang – Masyarakat diminta untuk tidak menjadikan kata autis sebagai bahan olok-olokan. Sebab hal tersebut tidak etis untuk dijadikan bahan bercandaan.
“Saat ini kencederungan yang berkembang di tengah masyarakat kata autis sering menjadi bahan olok-olokan. Contohnya saja, jika ada perilaku seseorang yang sibuk dengan aktivitasnya sendiri maka disebut autis dan semua akan tertawa mendengarnya,”ujar Kepala UPTD Layanan Disabilitas Dan Pendidikan Inklusif (LDPI) Dinas Pendidikan Kota Padang, Yoszya Sukawati, Selasa (3/4).
Dikatakan Yoszya, padahal penyandang autis tidak pernah meminta mereka terlahir sebagai autis. Sebab olok-olokan seperti itu, dapat menyakiti mereka.
“Mari hargai dan tingkatkan kepedulian terhadap penyandang autis, dengan berhenti mengolok-olok atau menjadikan kata autis sebagai bahan bercandaan,”jelasnya saat memperingati Hari Autis Internasional.
Ia menjelaskan sebenarnya penyandang autis memiliki keunikan dan mampu berbaur dengan orang normal. Tak hanya itu, terkadang juga memiliki prestasi yang menonjol di sekolah. Asalkan, orangtua dan lingkungan sekitar mendukung, dan memberikan edukasi yang mencukupi.
“Saat ini perhatian pemerintah terhadap penyandang autis sudah cukup baik dengan disediakannya sekolah inklusi,”sebutnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Orang Tua Anak Autisme (AORTA) Eryanto meminta agar masyarakat peduli dengan anak-anak penyandang autis, dan menghapus stigma autis adalah penyakit kejiwaan,
“Autis berbeda dengan disabilitas karena autis lebih kepada gangguan interaksi, komunikasi sementara disabilitas hanya gangguan pada salah satu fungsi tubuh yang permanen, bukan penyakit kejiwaan,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya terus mensosialisasikan pentingnya mendeteksi autisme pada anak sejak usia dini. Karena banyak orang tua yang menganggap lambatnya tumbuh kembang anak adalah hal biasa dan masih mengira-ngira kondisi tersebut.
“Deteksi dan terapi sedini mungkin menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal.” ujarnya.
Pihaknya berharap kasus diskriminasi bahkan bullying terhadap anak autis tidak ada lagi. Ia mengimbau para orang tua yang memiliki anak autis, dapat menerima kondisi tersebut. “Para orang tua harus ikhlas menerima kondisi anak, pikirkan tentang masa depan anak, misalnya dengan membawa anak ke tempat terapi, serta merubah kebiasaan menyembunyikan anak dari lingkungan, dan juga bisa mengikuti seminar seputar autis,” katanya. (h/mg-mel)
Leave a reply
Anda harus masuk untuk berkomentar.