Apakah Pendidikan sebagai Kebutuhan Tersier? Begini Islam Memandang Pendidikan

0
259

Fenomena kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang diputuskan oleh beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia menyebabkan banyak mahasiswa melakukan aksi demo UKT di depan kantor rektorat kampus. Mereka menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) serta mencari solusi yang terbaik untuk kesejahteraan mahasiswa dan khalayak umum.

Berkat aksi tersebut, Kemendikbud akhirnya buka suara. Hal ini direspon langsung oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP, hingga SMA/K.

“Sebenarnya ini tanggungan biaya yang harus dipenuhi agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar.”

Pernyataan tersebut sontak mengundang penolakan dari berbagai lapisan masyarakat. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, tidak setuju dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan itu. Menurutnya Sri Tjahjandarie melukai perasaan masyarakat dan menciutkan mimpi anak bangsa untuk bisa duduk di bangku kuliah.

Ubaid menuturkan bahwa pendidikan merupakan public good, bukan kebutuhan tersier. Pendidikan menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi. Adapun pihak yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan itu berdasarkan UUD 1945 alinea ke-4 adalah negara.

Dalam era peradaban Islam, kualitas output pendidikan telah mendapatkan pengakuan dunia. Menariknya, pendidikan itu diberikan secara gratis kepada seluruh warga negaranya. Karena itu, pendidikan gratis dan bermutu dalam sistem Khilafah Islam bukanlah dilihat dari materi, melainkan mempunyai tujuan untuk mencerdaskan umat.

Pendidikan gratis tetapi bermutu bisa diwujudkan oleh Khalifah Islam, karena Khalifah mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar. Selain itu, kekayaan milik negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara yang hasilnya didistribusikan kepada rakyat.

Dengan cara yang sama, negara juga bisa membangun infrastruktur pendidikan yang lebih dari memadai, serta mampu memberikan gaji dan penghargaan yang tinggi kepada pengajar dan ulama atas jasa dan karya mereka. Dari pendidikan dasar, menengah hingga atas, yang menjadi kewajiban negara, tidak sepeserpun biaya dipungut dari rakyat. Sebaliknya, semuanya dibiayai oleh negara.

Masyarakat golongan bawah maupun atas sama-sama bisa mengenyam pendidikan dengan kualitas yang sama. Begitulah cara Islam memandang pendidikan. Semoga pendidikan gratis dan bermutu bisa segera terealisasikan di NKRI ini.

kompasiana.com

Comments are closed.