
Anggaran Pendidikan Dipangkas, JPPI: Banyak Kejanggalan
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan (JPPI), Ubaid Matraji, mengkritik kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan.
Pemangkasan itu dikhawatirkan mengancam masa depan generasi penerus bangsa. “JPPI menilai terdapat banyak kejanggalan dalam pengelolaan anggaran pendidikan, bukan hanya terkait pemotongan, tetapi juga sejak tahap perencanaan alokasi anggaran,” katanya di Jakarta pada Jumat, 17 Februari 2025.
Menurut dia, dari total anggaran pendidikan tahun 2025 yang mencapai Rp724 triliun, Kemendikdasmen hanya mendapat alokasi 4,63% atau sekitar Rp33,5 triliun. “Ini menjadi pertanyaan besar,” katanya.
Hal itu mengingat Kemendikdasmen memiliki tanggung jawab utama dalam memastikan hak pendidikan bagi anak-anak Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 UUD 1945 serta menjalankan program Wajib Belajar 13 tahun.
Ubaid mengatakan bahwa lebih ironis lagi, dari anggaran yang sudah minim tersebut, Kemendikdasmen masih mengalami pemotongan sebesar Rp7,2 triliun dengan alasan efisiensi. “Ini jelas menunjukkan lemahnya visi Presiden terkait pendidikan.
Bisa jadi, pendidikan memang tidak menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini. Lalu, sebenarnya ke mana arah pendidikan kita?” kata Ubaid. Dana KIP dipotong? Pernyataan pemerintah terkait pemotongan anggaran pendidikan juga dinilainya membingungkan masyarakat.
Dalam rapat dengan Komisi X DPR, Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa tidak ada pemotongan anggaran untuk beasiswa dan KIP. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.
Dalam presentasi Kemendiktisaintek, katanya, disebutkan bahwa dari 844.174 mahasiswa penerima KIP-Kuliah yang masih berkuliah (on going), sebanyak 663.821 mahasiswa tidak akan menerima dana KIP-Kuliah pada 2025.
“Ini berarti ratusan ribu mahasiswa berisiko putus kuliah akibat tidak adanya pendanaan,” tutur Ubaid. Begitu pula di Kemendikdasmen, saat rapat di Komisi X DPR RI, disampaikan bahwa beberapa program beasiswa juga terdampak, seperti Beasiswa Unggulan, Beasiswa Darmasiswa, dan Beasiswa Indonesia Maju.
“Tampaknya antar kementerian belum memiliki kesepahaman yang jelas. Akibatnya, masyarakat semakin bingung. Pemerintah seharusnya transparan dan tidak menutupi fakta. Ini membuktikan bahwa tata kelola anggaran pendidikan kita masih semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik,” kata Ubaid.